Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran
Senin, 25 Maret 2019
Edit
Berikut ini adalah berkas Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran. Download file PDF.
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran |
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG KODE ETIK PENGEMBANG TEKNOLOGI PEMBELAJARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:- Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma dasar dan asas sebagai landasan tingkah laku bagi Pengembang Teknologi Pembelajaran dalam melaksanakan tugasnya.
- Pengembang Teknologi Pembelajaran yang selanjutnya disingkat PTP adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengembangan teknologi pembelajaran yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang.
- Pelanggaran adalah sikap, prilaku, perbuatan, tulisan, dan ucapan PTP yang bertentangan dengan Kode Etik.
- Mejelis Kehormatan Kode Etik yang selanjutnya disebut Majelis adalah tim yang bersifat ad hoc yang dibentuk di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan bertugas melaksanakan penegakan Kode Etik.
- Terlapor adalah PTP yang diduga melakukan Pelanggaran Kode Etik.
- Pelapor adalah seseorang yang menyampaikan dugaan terjadinya Pelanggaran Kode Etik oleh PTP kepada pejabat yang ditunjuk disertai dengan bukti-bukti.
- Saksi adalah seseorang yang memberikan keterangan atas apa yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri guna kepentingan pemeriksaan tentang dugaan Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh PTP.
- Laporan adalah pemberitahuan secara tertulis yang disampaikan kepada Pejabat yang ditunjuk tentang dugaan terjadinya Pelanggaran Kode Etik.
- Pejabat yang Berwenang adalah pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Kode Etik bertujuan:a. meningkatkan integritas, kompetensi, dan profesionalisme; dan
b. meningkatkan kerja sama, kepaduan komunikasi sejawat, reputasi, dan karakter PTP.
BAB III
RUANG LINGKUP KODE ETIK
Pasal 3
Kode Etik meliputi:a. etika terhadap diri sendiri;
b. etika terhadap pembelajar;
c. etika terhadap masyarakat;
d. etika terhadap sejawat; dan
e. etika terhadap organisasi profesi.
a. jujur;
b. kreatif dan inovatif;
c. profesional;
e. etika terhadap organisasi profesi.
Pasal 4
Etika terhadap diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, diwujudkan dalam sikap:a. jujur;
b. kreatif dan inovatif;
c. profesional;
d. kolaboratif;
e. mandiri;
f. belajar sepanjang hayat; dan
f. belajar sepanjang hayat; dan
g. terbuka terhadap perubahan.
a. menyediakan layanan pembelajaran tanpa diskriminasi;
b. menyediakan konten pembelajaran yang bebas unsur SARA, radikalisme, dan pornografi;
c. menyediakan konten pembelajaran yang mampu memfasilitasi proses belajar siswa; dan
d. menyediakan konten pembelajaran yang sesuai dengan nilai- nilai budaya bangsa.
Pasal 6
Etika terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, diwujudkan dalam sikap:
a. netral dan tidak diskriminatif dalam memberikan layanan pembelajaran terhadap masyarakat; dan
b. terbuka dalam melayani kebutuhan pembelajaran masyarakat.
a. mengutamakan kepentingan lembaga/organisasi daripada kepentingan pribadi;
b. menghindari peyalahgunaan jabatan PTP dalam lembaga/organisasi untuk kepentingan pribadi dan golongan;
c. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan lembaga/organisasi; dan
d. menghindari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 5
Etika terhadap pembelajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, diwujudkan dalam sikap:a. menyediakan layanan pembelajaran tanpa diskriminasi;
b. menyediakan konten pembelajaran yang bebas unsur SARA, radikalisme, dan pornografi;
c. menyediakan konten pembelajaran yang mampu memfasilitasi proses belajar siswa; dan
d. menyediakan konten pembelajaran yang sesuai dengan nilai- nilai budaya bangsa.
Pasal 6
Etika terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, diwujudkan dalam sikap:
a. netral dan tidak diskriminatif dalam memberikan layanan pembelajaran terhadap masyarakat; dan
b. terbuka dalam melayani kebutuhan pembelajaran masyarakat.
Pasal 7
Etika terhadap sejawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d diwujudkan dalam sikap jujur dan profesional dalam memberikan penilaian kepada teman sejawat. Pasal 8
Etika terhadap organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, diwujudkan dalam sikap:a. mengutamakan kepentingan lembaga/organisasi daripada kepentingan pribadi;
b. menghindari peyalahgunaan jabatan PTP dalam lembaga/organisasi untuk kepentingan pribadi dan golongan;
c. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan lembaga/organisasi; dan
d. menghindari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
BAB IV
MAJELIS
Pasal 9
(1) Majelis dibentuk oleh Pejabat yang Berwenang untuk memeriksa dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.(2) Keanggotaan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang, yang terdiri atas:
a. 1 (satu) satu orang Ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan
c. 3 (tiga) atau 5 (lima) orang sebagai anggota.
(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertanggung jawab memimpin pelaksanaan persidangan pemeriksaaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(4) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertanggung jawab dalam melakukan surat-menyurat dan pencatatan terkait pelaksanaan pemeriksaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(5) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertanggung jawab dalam membantu Ketua dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(6) Pangkat dan jabatan anggota Majelis tidak boleh lebih rendah dari pangkat dan jabatan PTP yang diperiksa.
(7) Majelis yang ditunjuk tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan PTP Terlapor atau perkara yang menjadi objek pemeriksaan.
(8) Masa tugas Majelis berakhir pada saat penjatuhan putusan pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik.
(9) Putusan Majelis atas pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik bersifat final.
a. melakukan persidangan untuk pemeriksaan dugaanPelanggaran Kode Etik dan penjatuhan sanksi;
b. memeriksa Saksi, ahli, PTP Terlapor, dan bukti-bukti lainnya yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan;
c. mendengarkan pembelaan diri dari PTP Terlapor;
d. menyampaikan keputusan sidang Majelis kepada Pejabat yang Berwenang; dan
e. menyusun Laporan hasil pemeriksaan tentang dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik yang dituangkan dalam Laporan hasil pemeriksaan.
a. meminta keterangan dari pihak lain atau pejabat lain yang dipandang perlu;
b. memutuskan PTP Terlapor terbukti atau tidak terbukti melakukan Pelanggaran; dan
c. memberikan sanksi moral jika PTP Terlapor terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik.
(2) Penerimaan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk.
(3) Laporan yang dapat ditindaklanjuti harus didukung dengan bukti yang diperlukan.
(4) Hasil pemeriksaan atas Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Pejabat yang Berwenang.
(5) Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis untuk menindaklanjuti Laporan dimaksud.
(6) Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis bekerja dengan prinsip praduga tak bersalah.
(7) Sidang Majelis dilaksanakan secara cepat dan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak hari sidang pemeriksaan pertama.
(2) PTP Terlapor berhak mendapatkan kesempatan untuk memberikan pembelaan diri atas Pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukannya.
(3) Apabila PTP Terlapor tidak memenuhi panggilan Majelis tanpa alasan yang sah maka dilakukan pemanggilan kedua sampai ketiga, panggilan dituangkan dalam surat panggilan dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Apabila sampai pemanggilan ketiga PTP Terlapor tidak memenuhi panggilan maka pemeriksaan tetap dilakukan oleh Majelis tanpa kehadiran PTP Terlapor.
(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertanggung jawab memimpin pelaksanaan persidangan pemeriksaaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(4) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertanggung jawab dalam melakukan surat-menyurat dan pencatatan terkait pelaksanaan pemeriksaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(5) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertanggung jawab dalam membantu Ketua dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik.
(6) Pangkat dan jabatan anggota Majelis tidak boleh lebih rendah dari pangkat dan jabatan PTP yang diperiksa.
(7) Majelis yang ditunjuk tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan PTP Terlapor atau perkara yang menjadi objek pemeriksaan.
(8) Masa tugas Majelis berakhir pada saat penjatuhan putusan pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik.
(9) Putusan Majelis atas pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik bersifat final.
Pasal 10
Majelis bertugas:a. melakukan persidangan untuk pemeriksaan dugaanPelanggaran Kode Etik dan penjatuhan sanksi;
b. memeriksa Saksi, ahli, PTP Terlapor, dan bukti-bukti lainnya yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan;
c. mendengarkan pembelaan diri dari PTP Terlapor;
d. menyampaikan keputusan sidang Majelis kepada Pejabat yang Berwenang; dan
e. menyusun Laporan hasil pemeriksaan tentang dugaan adanya Pelanggaran Kode Etik yang dituangkan dalam Laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 11
Majelis dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berwenang:a. meminta keterangan dari pihak lain atau pejabat lain yang dipandang perlu;
b. memutuskan PTP Terlapor terbukti atau tidak terbukti melakukan Pelanggaran; dan
c. memberikan sanksi moral jika PTP Terlapor terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik.
Pasal 12
Format Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB V
TATA CARA PENEGAKAN PELAPORAN KODE ETIK
Pasal 13
(1) Penanganan Pelanggaran Kode Etik dimulai dengan adanya Laporan yang diajukan secara tertulis yang ditandatangani disertai dengan identitas yang jelas oleh Pelapor.(2) Penerimaan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk.
(3) Laporan yang dapat ditindaklanjuti harus didukung dengan bukti yang diperlukan.
(4) Hasil pemeriksaan atas Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Pejabat yang Berwenang.
(5) Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis untuk menindaklanjuti Laporan dimaksud.
(6) Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis bekerja dengan prinsip praduga tak bersalah.
(7) Sidang Majelis dilaksanakan secara cepat dan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak hari sidang pemeriksaan pertama.
Pasal 14
(1) PTP Terlapor wajib memenuhi panggilan Majelis.(2) PTP Terlapor berhak mendapatkan kesempatan untuk memberikan pembelaan diri atas Pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukannya.
(3) Apabila PTP Terlapor tidak memenuhi panggilan Majelis tanpa alasan yang sah maka dilakukan pemanggilan kedua sampai ketiga, panggilan dituangkan dalam surat panggilan dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Apabila sampai pemanggilan ketiga PTP Terlapor tidak memenuhi panggilan maka pemeriksaan tetap dilakukan oleh Majelis tanpa kehadiran PTP Terlapor.
BAB VI
SANKSI
Pasal 15
(1) Setiap PTP yang terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi.(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. ringan;
b. sedang; dan
c. berat.
(3) Sanksi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berbentuk:
a. permohonan maaf dituangkan dalam surat pernyataan permohonan maaf;
b. pernyataan penyesalan dituangkan dalam surat pernyataan penyesalan.
(4) Sanksi sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berbentuk pengumuman secara terbuka melalui upacara bendera, atau papan pengumuman oleh Pejabat yang Berwenang.
(5) Sanksi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berbentuk:
a. pengumuman melalui media masa;
b. diusulkan kepada Pejabat yang Berwenang untuk diproses pemeriksaaan Pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sanksi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berbentuk:
a. permohonan maaf dituangkan dalam surat pernyataan permohonan maaf;
b. pernyataan penyesalan dituangkan dalam surat pernyataan penyesalan.
(4) Sanksi sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berbentuk pengumuman secara terbuka melalui upacara bendera, atau papan pengumuman oleh Pejabat yang Berwenang.
(5) Sanksi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berbentuk:
a. pengumuman melalui media masa;
b. diusulkan kepada Pejabat yang Berwenang untuk diproses pemeriksaaan Pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Sanksi dijatuhkan oleh Pejabat yang Berwenang.(2) Pejabat yang Berwenang dapat mendelegasikan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat lain di lingkungannya paling rendah pejabat struktural eselon III atau atasan langsungnya.
(3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penerimaan putusan Majelis oleh Pejabat yang Berwenang.
BAB VII
KETENTUAN LAIN
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan dugaan Pelanggaran Kode Etik tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 2017
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MUHADJIR EFFENDY
Download Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Download File:
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Permendikbud Nomor 21 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Pengembang Teknologi Pembelajaran. Semoga bisa bermanfaat.