Cara Jitu Mencegah Sikap Jelek Anak


Biasanya, hanya satu tahun pertama orang bau tanah tidak begitu khawatir dengan sikap anaknya. namun, ketika anak mulai berinteraksi dan terintegerasi dengan lingkungannya, imbas jelek pun cepat hinggap padanya. Ini berbahaya, dan Anda harus punya kiat khusus menghadapinya.


Pada umumnya, empat bulan pertama kehadiran seorang anak merupakan masa anggun penuh madu bagi orangtua. Mulai bulan kelima dan seterusnya banyak orangtua yang mulai menghadapi problem dengan buah hatinya. Mereka mulai mengeluh mengenai anaknya yang sulit makan, kebiasaan tidur jauh malam atau terbangun tengah malam. Mereka pun mulai melihat gejala bahwa si kecil amat lekat dan menangis kalau ditinggal meski hanya sekejap.

Pada tahun kedua ada anak yang tampak sangat pemalu, perlu waktu usang untuk sanggup bersikap masuk akal dalam lingkungan baru, terlihat takut atau tak mau berkenalan dengan orang lain. Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak usia ini pun tampak pesat. Kosa katanya cukup banyak. Anak juga makin terdorong menjelajahi lingkungannya dan mobilitas anak seringkali meninggalkan problem untuk orangtua.

Memasuki tahun ketiga, si kecil mulai banyak acara fisiknya. Ia mulai terampil melaksanakan banyak sekali hal sendiri serta mulai bisa menawarkan independensinya. Seakan, dia sudah mempunyai kemampuan sendiri, mau mencoba banyak sekali hal sendiri, dan seringkali enggan diberi petunjuk. Kadangkala, dalam interaksi sosial dengan orang lain anak menawarkan tingkah laris yang mengkhawatirkan. Ia seakan berubah dari anak anggun menjadi anak yang suka menentang, tidak mau menurut, tidak mau berbagi, sulit diberitahu dan suka memaksakan kehendak. Mau menang sendiri, suka ngambek, mengamuk atau pun bertindak agresif. Banyak pula orangtua yang kewalahan menghadapi si kecil .Ia mulai terlalu banyak bertanya, banyak bergerak tak kenal lelah dan sering bersikeras mengenai banyak hal.

Bila semua tingkah laris anak di usia dini sanggup ditanggapi orangtua dengan tepat, maka tahun-tahun selanjutnya akan menjadi tahun-tahun yang relatif tenang. Usia empat lima tahunan anak sudah cukup bisa melaksanakan banyak hal tanpa derma orangtua. Masalah yang dihadapi orangtua pun biasanya berkaitan dengan kegiatan gres bagi anak yaitu bersekolah. Keberhasilan anak bersekolah tergantung pada keterampilan sosial dan emosinya.

Keterampilan sosial dan emosi berperan penting dalam pergaulan, dan sanggup berkembang melalui banyak sekali kegiatan yang memberi kesempatan anak berinteraksi dengan sahabat sebaya dan orang pandai balig cukup akal lain selain orangtunya. Di usia pra sekolah biasanya orangtua dan para guru menerima problem yang berkaitan dengan perkembangan sosio-emosional anak. Anak yang pemalu, gampang tersinggung, tidak pandai berteman, perlu ditemani terus, menuntut untuk selalu diperhatikan atau diutamakan, suka memukul teman, agresif, tidak mau bersekolah, hampir selalu dijumpai di TK manapun.

Begitupula di lingkungan rumah, cukup banyak orangtua yang mengeluhkan sikap pra sekolahnya lantaran masih suka ngompol, tidak berani tidur sendiri, galak, suka bertengkar dengan kakak/adiknya, bossy, selalu minta dilayani, dsb.

Gejala tingkah laris yang tidak diinginkan tersebut merupakan hal yang masuk akal dalam perkembangan, lantaran semua anak tengah berada dalam proses berguru hidup sebagai makhluk sosial. Namun demikian, orangtua perlu waspada dan melaksanakan tindakan dini semoga tingkah laris negatif anak tidak terlanjur menetap melampaui kewajaran ditinjau dari usia anak. Sebelum melaksanakan suatu tindakan terhadap tingkahlaku anak, orangtua perlu lebih memahami situasi yang dihadapi anak. Tingkah laris umumnya tidak akan muncul tanpa alasannya yaitu atau pemicu. Tingkahlaku sanggup merupakan aksi sanggup pula merupakan reaksi terhadap suatu hal di sekitar anak.

Karena itu orangtua pun perlu mencermati situasi ketika anak menawarkan tingkahlaku buruk. Apapun tindakan yang dilakukan dalam pengasuhan dan pendisiplinan, hendaknya didasarkan pada konsep " the best interest of the child ", bukan untuk orang tua. Kita perlu senantiasa mengingat bahwa tujuan kita membesarkan, mengasuh atau mendisplinkan anak yaitu untuk membantu anak berguru hidup sebagai makhluk sosial dan semoga anak sanggup mengembangkan dirinya sebaik mungkin.

Melalui praktik pengasuhan, orangtua diperlukan sanggup mengembangkan anak menjadi makhluk sosial yang bisa menata diri, mengendalikan diri, dan mengarahkan dirinya sendiri tanpa banyak campur tangan orang lain. Tugas yang tidak mudah, memang. Mengingat kebanyakan orangtua masih belum memperhatikan hal ini .Orang bau tanah perlu berguru dari banyak sekali sumber yang berisi panduan mengasuh anak yang praktis, tidak terlalu teoritis, gampang dicerna dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Praktik pengasuhan akan lebih berhasil baik apabila orangtua mengenal anaknya. Sendiri melalui pengamatan dan interaksi sehari-hari. Selain itu, pengalaman menawarkan bahwa praktik pengasuhan atau pendisiplinan hanya akan berhasil baik apabila dilandasi sikap faktual orangtua.

Sika faktual yang dimaksudkan bahwa dalam proses mendidik anak, orangtua senantiasa menghargai anak, memahami dan mendapatkan anak apa danya, serta memberi dukungan ketika anak membutuhkan. Dengan landasan sikap tersebut, orangtua akan memandang anak sebagai sesama insan yang sedang belajar, bukan sebagai hambatan atau kesulitan.

Sikap negatif dan menghukum hanya akan melukai harga diri anak, menumbuhkan kecemasan, ketakutan, rasa bersalah dan rasa tidak percaya diri. Dalam jangka panjang praktik pengasuhan ini akan berdampak negatif bagi kesejahteraan psikologis anak. Mungkin perlu kita simak kata orang bijak, bahwa dari disiplin yang diterapkan melalui kasih sayang akan melahirkan kearifan. Dan Indonesia memerlukan lebih banyak orang arif. Mudah-mudahan buah hati Anda menjadi salah satu di antaranya.


Sumber : Forumkami.com, Forum Indonesia > Forum Wanita > Keluarga, Ibu dan Anak


Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel