Merasa Sendiri
Minggu, 19 Februari 2017
Edit
Terkadang, kita merasa menjadi orang yang paling menderita sedunia… ...
Dalam mensikapi duduk kasus ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Kalau lelaki, biasanya lebih hening dan lebih mengandalkan rasionya sehingga cepat menghasilkan solusi. Lain lagi dengan kaum hawa. Wanita yang memang dikaruniai perasaan yang lebih dominan, biasanya paling sensi terhadap masalah. Itulah kenapa solusi terakhir perempuan biasanya yaitu dengan mengeluarkan air mata, apalagi kalau sudah mentok tak menemukan solusi. Tapi ada yang lebih parah lagi, dia suka mendra matisir sesuatu! Misalnya, dikala mendapat beban kerja sedikit lebih banyak dari biasanya. Berbagai pikiran jelek pribadi bersemayam dipikiran.
Urusan mendramatisir sesuatu ini bergotong-royong berpangkal pada perempuan ingin selalu dimengerti dan selalu ingin mendapat kebahagiaan. Namun, terkadang diungkapkan terlalu berlebihan sehingga menjadi duduk kasus terutama buat dirinya sendiri.
Padahal, kalau kita berpikir duduk kasus bahagia, tidak akan ketemu walau dicari hingga ke ujung dunia jikalau hati kita masih merasa kecil dan sempit. Kebahagiaan itu letaknya jauh di dasar hati yang selalu bersyukur. Jika kita lihat, tak usah jauh-jauh, lihat anggota keluarga kita, apakah mereka bahagia? Kita lihat keponakan yang masih lucu-lucu. Melihat mereka saja kita bahagia. Mengapa? Karena mereka tak merasa menderita. Padahal mereka lebih kecil postur tubuhnya dari kita, tapi mereka tak pernah protes kenapa tubuh aku kok kecil? Atau kenapa aku tidak bisa ini itu ibarat orang dewasa? Itu alasannya yaitu mereka tak berharap banyak di luar kemampuannya. Malah mereka menikmati hidup sebagai anak kecil. Bermain dengan sahabat sebayanya. Sekali-kali menangis jikalau bermasalah dengan temannya, namun sesudah itu tertawa lagi sekeras-kerasnya. Hidup bagi mereka sangat menyenangkan. Betapa bahagianya jikalau orang cukup umur sanggup menikmati hidup ibarat anak kecil. Mengalir dan tanpa tekanan.
Atau jikalau kita melihat anggota di seliling kita yang lain, mungkin ada seorang kerabat atau tetangga kita yang tak seberuntung kita. Mungkin mereka mengalami sakit, atau mereka tak senasib dengan kita dalam duduk kasus rejeki. Ada mereka yang buat makan saja susah.
Dengan melihat sekeliling kita yang berada di bawah kita lah, kita akan bersyukur.
Berbagai Sumber
Dalam mensikapi duduk kasus ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Kalau lelaki, biasanya lebih hening dan lebih mengandalkan rasionya sehingga cepat menghasilkan solusi. Lain lagi dengan kaum hawa. Wanita yang memang dikaruniai perasaan yang lebih dominan, biasanya paling sensi terhadap masalah. Itulah kenapa solusi terakhir perempuan biasanya yaitu dengan mengeluarkan air mata, apalagi kalau sudah mentok tak menemukan solusi. Tapi ada yang lebih parah lagi, dia suka mendra matisir sesuatu! Misalnya, dikala mendapat beban kerja sedikit lebih banyak dari biasanya. Berbagai pikiran jelek pribadi bersemayam dipikiran.
Urusan mendramatisir sesuatu ini bergotong-royong berpangkal pada perempuan ingin selalu dimengerti dan selalu ingin mendapat kebahagiaan. Namun, terkadang diungkapkan terlalu berlebihan sehingga menjadi duduk kasus terutama buat dirinya sendiri.
Padahal, kalau kita berpikir duduk kasus bahagia, tidak akan ketemu walau dicari hingga ke ujung dunia jikalau hati kita masih merasa kecil dan sempit. Kebahagiaan itu letaknya jauh di dasar hati yang selalu bersyukur. Jika kita lihat, tak usah jauh-jauh, lihat anggota keluarga kita, apakah mereka bahagia? Kita lihat keponakan yang masih lucu-lucu. Melihat mereka saja kita bahagia. Mengapa? Karena mereka tak merasa menderita. Padahal mereka lebih kecil postur tubuhnya dari kita, tapi mereka tak pernah protes kenapa tubuh aku kok kecil? Atau kenapa aku tidak bisa ini itu ibarat orang dewasa? Itu alasannya yaitu mereka tak berharap banyak di luar kemampuannya. Malah mereka menikmati hidup sebagai anak kecil. Bermain dengan sahabat sebayanya. Sekali-kali menangis jikalau bermasalah dengan temannya, namun sesudah itu tertawa lagi sekeras-kerasnya. Hidup bagi mereka sangat menyenangkan. Betapa bahagianya jikalau orang cukup umur sanggup menikmati hidup ibarat anak kecil. Mengalir dan tanpa tekanan.
Atau jikalau kita melihat anggota di seliling kita yang lain, mungkin ada seorang kerabat atau tetangga kita yang tak seberuntung kita. Mungkin mereka mengalami sakit, atau mereka tak senasib dengan kita dalam duduk kasus rejeki. Ada mereka yang buat makan saja susah.
Dengan melihat sekeliling kita yang berada di bawah kita lah, kita akan bersyukur.